Selasa, 23 Juli 2013

hal-hal yang membatalkan dua kalimat syahadat

Dengan mengucapkan dua kalimat syahadat seseorang berarti telah mempersaksikan diri sebagai hamba Allah semata. Kalimat La Ilaha Illallah dan Muhammadur Rasulullah selalu membekas dalam jiwanya dan menggerakkan anggota tubuhnya agar tidak menyembah selain-Nya. Baginya hanya Allah sebagai Tuhan yang harus ditaati, diikuti ajaran-Nya, dipatuhi perintah-Nya dan dijauhi larangan-Nya. Caranya bagaimana, lihatlah pribadi Rasulullah saw, sebab dialah contoh hamba Allah sejati. Dalam pembukaan surat Al-Israa', Allah telah mendeklarasikan bahwa Rasulullah saw adalah hamba-Nya: Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha.
"Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya [1] agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Israa': 1)
[1] Maksudnya: Al-Masjidil Aqsha dan daerah-daerah sekitarnya dapat berkat dari Allah dengan diturunkan Nabi-Nabi di negeri itu dan kesuburan tanahnya.
Begitu juga dalam pembukaan surat Al-Kahfi, Allah berfirman: Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al Kitab (Al Qur’an) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya.
"Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al Kitab (Al-Quran) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan [2] di dalamnya." (QS. Al-Kahfi: 1)
[2] Tidak ada dalam AlQur’an itu makna-makna yang berlawananan dan tak ada penyimpangan dari kebenaran.
Ini menunjukkan bahwa agar makna dua kalimat syahadat-yang intinya adalah tauhid benar-benar tercermin dalam jiwa dan perbuatan. Tidak ada pilihan bagi seorang hamba kecuali mencontoh pribadi Rasulullah saw dalam segala sisi kehidupannya, baik dari sisi aqidah dan ibadah, maupun sisi-sisi lainnya seperti sikapnya terhadap istri dan pelayannya di rumah, pergaulannya bersama sahabatnya, akhlaqnya dalam melakukan transaksi bisnis dan kepemimpinannya sebagai kepala negara. Maka untuk menjaga kemurnian tauhid seperti yang dicontohkan Rasulullah saw, seorang hamba hendaknya menghindar jauh-jauh dari hal-hal yang merusak kemurnian tauhid sebagai cerminan dua kalimat syahadat tersebut, yang setidaknya ada tiga:
  1. Syirik ( menyekutukan Allah
  2. Ilhad (menyimpang dari kebenaran)
  3. Nifak (berwajah dua, menampakkan diri sebagai muslim, sementara hatinya kafir).
1. Syirik (menyekutukan Allah)
a). Definisi
Syirik adalah lawan kata dari tauhid. Yaitu sikap menyekutukan Allah secara dzat, sifat, perbuatan dan ibadah. Adapun syirik secara dzat adalah dengan meyakini bahwa dzat Allah seperti dzat mahluk-Nya. Aqidah ini dianut oleh kelompok mujassimah. Syirik secara sifat artinya: seseorang meyakini bahwa sifat-sifat mahluk sama dengan sifat-sifat Allah. Dengan kata lain bahwa mahluk mempunyai sifat-sifat seperti sifat-sifat Allah, tidak ada bedanya sama sekali. Syirik secara perbuatan artinya: seseorang meyakini bahwa mahluk mengatur alam semesta dan rizki manusia seperti yang telah diperbuat Allah selama ini. Sedangkan syirik secara ibadah artinya: seseorang menyembah selain Allah dan mengagungkannya seperti mengagungkan Allah serta mencintainya seperti mencintai Allah. Syirik-syirik dalam pengertian tersebut secara eksplisit maupun implisit telah ditolak oleh Islam. Karenanya seorang muslim harus benar-benar hati-hati dan menghindar jauh-jauh dari syirik-syirik seperti yang telah diterangkan di atas.
b) Bentuk-bentuk Syirik
Pertama, menyembah patung atau berhala (al ashnaam). Allah swt. dalam surat Al-Hajj (22) ayat 30, berfirman:
"Demikianlah (perintah Allah), dan barang siapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. Dan telah dihalalkan bagi kamu semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepadamu keharamannya. Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta."
Dalam surat Maryam (19) 42:
Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya; "Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun?"
Diceritakan bahwa Nabi Ibrahim menegur ayahnya karena menyembah patung: Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya: "Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun?".
Kedua, menyembah matahari, dalam surat Al A'raaf  (7) ayat 54:
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.
Allah menolak orang-orang yang menyembah matahari, bulan dan bintang: Lalu dalam surat Fushshilat (41) ayat 37 lebih tegas lagi Allah berfirman:
(yaitu) pintu-pintu langit, supaya Aku dapat melihat Tuhan Musa dan Sesungguhnya Aku memandangnya seorang pendusta". Demikianlah dijadikan Fir'aun memandang baik perbuatan yang buruk itu, dan dia dihalangi dari jalan (yang benar); dan tipu daya Fir'aun itu tidak lain hanyalah membawa kerugian.
"Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan janganlah (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah Yang menciptakannya, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah".
Ketiga, menyembah malaikat dan jin, dalam surat Al-An'aam (6) ayat 100 Allah berfirman:
"Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sekutu bagi Allah, padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin itu, dan mereka membohong (dengan mengatakan): "Bahwasanya Allah mempunyai anak laki-laki dan perempuan", tanpa (berdasar) ilmu pengetahuan[495]. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari sifat-sifat yang mereka berikan."
Dalam surat Saba' 34/40-41:
"Dan (ingatlah) hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka semuanya kemudian Allah berfirman kepada malaikat: "Apakah mereka ini dahulu menyembah kamu?".Malaikat-malaikat itu menjawab: "Maha Suci Engkau. Engkaulah pelindung kami, bukan mereka: bahkan mereka telah menyembah jin; kebanyakan mereka beriman kepada jin itu".
Keempat, menyembah para Nabi, seperti Nabi Isa as, yang disembah kaum Nasrani dan Uzair yang disembah kaum Yahudi. Keduanya sama-sama dianggap anak Allah, Allah berfirman dalam surat At-Taubah (9) 30:
Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan orang-orang Nasrani berkata: "Al Masih itu putera Allah". Demikianlah itu ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka , bagaimana mereka sampai berpaling?
Dalam surat Al Maidah (5) ayat 72 :
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam", padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil, sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu". Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolongpun.
Kelima, menyembah rahib atau pendeta, Allah berfirman: "Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan". Adi bin Hatim ra pernah bertanya kepada Rasulullah mengenai hal tersebut, seraya berkata: "Sebenarnya mereka tidak menyembah pendeta atau rahib mereka?" Rasululah saw. menjawab: “Benar, tetapi para rahib atau pendeta itu telah mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram, sementara mereka mengikutinya. Bukankah itu tindak penyembahan terhadap mereka?”
Keenam, menyembah thaghuut. Istilah thaghuut diambil dari kata thughyaan artinya melampaui batas. Maksudnya: segala sesuatu yang disembah selain Allah. Setiap seruan para Rasul, intinya adalah mengajak kepada tauhid dan menjauhi thaghuut. Allah berfirman dalam surat An-Nahl (16) ayat 36:
Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).
Dan tauhid yang murni tidak akan bisa dicapai tanpa menghindar dari menyembah thaghuut, Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 256:
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut [3] dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
[3] Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah swt
Allah bangga dengan orang-orang beriman yang menjauhi thaghut sebagaimana dalam surat Az-Zumar (39) ayat 17:
Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembah-nya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku.
Ketujuh, menyembah hawa nafsu. Hawa nafsu adalah kecenderungan untuk melakukan keburukan. Seseorang yang menuhankan hawa nafsu mengutamakan keinginan nafsunya di atas cintanya kepada Allah. Dengan demikian ia telah mentaati hawa nafsunya dan menyembahnya. Allah berfirman dalam surat Al Furqan (25) ayat 43:
"Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?"
Dalam surat Al-Jatsiyah (45) ayat 23:
Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya [4]?  Dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat)? Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?
[4] Maksudnya Tuhan membiarkan orang itu sesat, karena Allah telah mengetahui bahwa Dia tidak menerima petunjuk-petunjuk yang diberikan kepadanya.
c) Macam-macam Syirik
Ada dua macam syirik: (a) Syirik besar (b) syirik kecil. Masing-masing dari kedua macam ini mempunyai dua dimensi: zahir (nampak) dan khafiy (tersembunyi). Marilah kita bahas satu-satu persatu dari kedua macam syrik tersebut.
Pertama, Syirik besar (Asy Syirkul Akbar), yaitu tindakan menyekutukan Allah dengan mahluk-Nya. Dikatakan syirik besar karena dengannya seseorang tidak akan diampuni dosanya dan tidak akan masuk surga. Allah berfirman dalam surat An-Nisa (4) ayat 116:
"Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya."
Ilustrasi syirik besar ini dibagi dua dimensi: dzahir dan khafiy. Yang dzahir bisa dicontohkan seperti menyembah bintang, matahari, bulan, patung-patung, batu-batu, pohon-pohon besar, manusia (seperti menyembah Fir'un, raja-raja, Budha, Isa ibn Maryam, malaikat, jin dan Syetan. Sementara yang khafiy bisa dicontohkan seperti meminta kepada orang-orang yang sudah mati dengan keyakinan bahwa mereka bisa memenuhi apa yang mereka yakini, atau menjadikan seseorang sebagai pembuat hukum, menghalalkan dan mengharamkan seperti Allah swt.
Kedua, syirik kecil (Asyirkul Ashghar), yaitu suatu tindakan yang mengarah kepada syirik, tetapi belum sampai ke tingkat keluar dari tauhid, hanya saja mengurangi kemurniannya. Syirik Ashghar ini juga dua dimensi: dzahir dan khafiy. Yang zhahir bisa berupa lafal (pernyataan) dan perbuatan.
(a) Yang berupa lafal contohnya: bersumpah dengan nama selain Allah dan mengarah ke syirik, seperti pernyataan: demi Nabi, demi Ka'bah, demi Kakek dan Nenek dan lain sebagainya. Dalam sebuah hadits Rasulullah saw bersabda:
"man khalafa bighairillahi faqad kafara wa asyraka (siapa yang bersumpah dengan selain Allah maka ia kafir dan musyrik)" (HR. Turmidzi no. 1535). Termasuk lafal yang mengarah ke syirik pernyataan: kalau tidak karena Allah dan si fulan niscaya ini tidak akan terjadi, atau memberikan nama seperti abdul ka'bah dan lain sebagainya.
(b) Adapun yang berupa perbuatan contohnya: mengalungkan jimat dengan keyakinan bahwa itu bisa menyelamatkan dari mara bahaya dan sebagainya. Adapun syirik Ashghar yang khafiy, biasanya berupa niat atau keinginan, seperti riya' dan sum'ah. Yaitu melakukan tindak ketaatan kepada Allah dengan niat ingin dipuji orang dan lain sebagainya. Seperti menegakkan shalat dengan nampak khusyu' karena sedang di samping calon mertuanya, supaya dipuji sebagai orang saleh, padahal di saat shalat sendirian tidak demikian. Riya' adalah termasuk dosa hati yang sangat berbahaya. Sebab Islam sangat memperhatikan perbuatan hati sebagai factor yang menentukan bagi baik tidaknya perbuatan dzahir. Allah berfirman dalam surat Al Baqarah (2) ayat 264:
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir" [5].
[5] Mereka ini tidak mendapat manfaat di dunia dari usaha-usaha mereka dan tidak pula mendapat pahala di akhirat.
Dalam sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda:
man samma'a samma’allahu bihii, waman yraa'ii yraaillahu bihii (Siapa yang menampakkan amalnya dengan maksud riya' Allah akan menyingkapnya di hari kiamat, dan siapa yang menunjukkan amal shalehnya dengan maksud ingin dipuji orang Allah mengeluarkan rahasia tersebut di hari Kiamat (HR. Bukhari 11/288 dan Muslim no. 2987).
d) Bahaya-bahaya Syirik
Pertama, syirik adalah kedzaliman yang nyata. Allah berfirman dalam surat Luqman (31) ayat 13:
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar".
Dengan berbuat syirik seseorang telah menjadikan dirinya sebagai hamba makhluk yang sama dengan dirinya, tidak berdaya apa-apa.
Kedua, Syirik merupakan sumber khurafat, sebab orang-orang yang mayakini bahwa selain Allah seperti bintang, matahari, kayu besar dan lain sebagainya bisa memberikan manfaat atau bahaya berarti ia telah siap melakukan segala khurafat dengan mendatangi para dukun, kuburan-kubutan angker dan mengalungkan jimat di lehernya.
Ketiga, syrik sumber ketakutan dan kesengsaraan, Allah berfirman dalam surat Ali Imran (3) ayat 151:
"Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa takut, disebabkan mereka mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak menurunkan keterangan tentang itu. tempat kembali mereka ialah neraka; dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal orang-orang yang zalim."
Keempat, syirik merendahkan derajat kemanusiaan, Allah berfirman dalam surat Al-Hajj (22) ayat 31:
"Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh."
Kelima, syirik menghancurkan kecerdasan manusia, Allah berfirman dalam surat Yunus (10) ayat 18:
Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan mudharat kepada mereka dan tidak (pula) manfaat, dan mereka berkata: "Mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada kami di sisi Allah". Katakanlah: "Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) dibumi?" [6] Maha suci Allah dan Maha Tinggi dan apa yang mereka mempersekutukan (itu).
[6] Kalimat ini adalah ejekan terhadap orang-orang yang menyembah berhala, yang menyangka bahwa berhala-berhala itu dapat memberi syafaat Allah.
Keenam, di akhirat nanti orang-orang musyrik tidak akan mendapatkan ampunan Allah, dan akan masuk neraka selama-lamanya. Allah berfirman dalam surat An-Nisa’ (4) ayat 116:
"Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya."
Dalam surat Al-Maidah (5) ayat 72:
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam", Padahal Al Masih (sendiri) berkata: "Hai Bani Israil, sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu". Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolongpun.
e) Sebab-sebab Syirik:
Ada beberapa sebab fundamental munculnya syirik:
(a) Al-Jahlu (kebodohan). Karenanya masyarakat sebelum datangnya Islam disebut dengan msyarakat jahiliyah. Sebab mereka tidak tahu mana yang benar dan mana yang salah. Dalam kondisi yang penuh dengan kebodohan itu, orang-orang cenderung berbuat syirik. Karenanya semakin jahiliyah suatu kaum, bisa dipastikan kecenderungan berbuat syirik semakin kuat. Dan biasanya di tengah masyarakat jahiliyah para dukun selalu menjadi rujukan utama. Mengapa, sebab mereka bodoh, dan dengan kobodohannya mereka tidak tahu bagaimana seharusnya mengatasi berbagai persoalan yang mereka hadapi. Ujung-ujungnya para dukun sebagai nara sumber yang sangat mereka agungkan.
(b) dhu'ful iimaan (lemahnya iman). Seseorang yang lemah imannya cenderung berbuat maksiat sebab rasa takut kepada Allah tidak kuat. Lemahnya rasa takut akan dimanfaatkan oleh hawa nafsu untuk menguasai dirinya. Ketika seseorang dibimbing oleh hawa nafsunya maka tidak mustahil ia akan jatuh ke dalam perbuatan-perbuatan syirik, seperti memohon kepada pohon besar karena ingin segera kaya, datang ke kuburan para wali untuk minta pertolongan agar ia dipilih jadi presiden atau selalu merujuk kepada para dukun supaya penampilannya tetap memikat hati banyak orang dan lain sebagainya.
(c) taqliid (taklid buta). Di dalam Al Qur’an selalu digambarkan orang-orang yang menyekutukan Allah dengan alasan karena mengikuti jejak nenek moyang mereka. Allah berfirman dalam surat Al A’raf (7) ayat 28:
Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji [7], mereka berkata: "Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya." Katakanlah: "Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji." Mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?
[7] Seperti: syirik, thawaf telanjang di sekeliling ka'bah dan sebagainya.
Dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 170:
Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?".
Dalam surat Al-Maidah (5) ayat 104:
Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul", mereka menjawab: "Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya". Dan apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?.
2. Al Ilhaad (Menyimpang Dari Kebenaran)
Penggunaan istilah al-ilhaad dalam Al Qur’an: Al Qur’an menggunakan istilah ilhaad di banyak tempat, kadang berbentuk kosa kata yulhiduun sebagaimana berikut dalam surat Al-A'raf:
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Hanya milik Allah asma-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan
Dalam surat An-Nahl (16) ayat 103:
Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata: "Sesungguhnya Al Quran itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad)". Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa 'Ajam [7], sedang Al Quran adalah dalam bahasa Arab yang terang.
[7] Bahasa 'Ajam ialah bahasa selain bahasa Arab dan dapat juga berarti bahasa Arab yang tidak baik, karena orang yang dituduh mengajar Muhammad itu bukan orang Arab dan hanya tahu sedikit-sedikit bahasa Arab.
Dalam surat Fushshilat (41) ayat 40:
Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Kami, mereka tidak tersembunyi dari Kami. Maka Apakah orang-orang yang dilemparkan ke dalam neraka lebih baik, ataukah orang-orang yang datang dengan aman sentosa pada hari kiamat? Perbuatlah apa yang kamu kehendaki; Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang kamu kerjakan.
Kadang berbentuk kosa kata ilhaad, Allah berfirman dalam surat Al-Hajj (22) ayat 25:
Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalangi manusia dari jalan Allah dan Masjidil haram yang telah Kami jadikan untuk semua manusia, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zhalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebagian siksa yang pedih.
Dan kadang berbentuk kosa kata multahadaa Allah berfirman dalam surat Al Kahfi (18) ayat 27:
Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu kitab Tuhanmu (Al-Quran). Tidak ada (seorang pun) yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya dan kamu tidak akan dapat menemukan tempat berlindung selain daripada-Nya.
Dalam surat Al-Jin (72) ayat 22:
Katakanlah: "Sesungguhnya aku sekali-kali tiada seorangpun dapat melindungiku dari (azab) Allah dan sekali-kali aku tiada akan memperoleh tempat berlindung selain daripada-Nya".
Arti al-ilhaad menurut para ulama
Al-farra' mengatakan bahwa kata yulhiduun atau yalhaduun artinya condong kepadanya. Imam Al-Harrani dari Ibn Sikkit mengatakan: al mulhid artinya orang yang menyimpang dari kebenaran, dan memasukkan sesuatu yang lain kepadanya. Dalam Lisanul Arab dikatakan: al-ilhaad artinya menyimpang dari maksud yang sebenarnya. Meragukan Allah juga termasuk ilhaad. Dikatakan juga bahwa setiap tindak kezhaliman dalam bahasa Arab disebut ilhaad. Karenanya dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa monopoli makanan di tanah haram itu termasul ilhad. Ketika dikatakan laa tulhid fil hayaati itu artinya jangan kau menyimpang dari kebenaran selama hidupmu.
Imam Ashfahani dalam bukunya mufradaat al-fadhil Qur'an mengatakan bahwa kata al-ilhaad artinya menyimpang dari kebenaran. Dalam hal ini kata Al-Ashfahani ada dua makna: Pertama, ilhad yang identik dengan syirik, bila ini dilakukan maka otomatis seseorang menjadi kafir. Kedua, ilhad yang mendekati syirik, ini tidak membuat seseorang menjadi kafir, tetapi setidaknya telah mengurangi kemurnian tauhidnya. Termasuk sikap ini apa yang digambarkan dalam firman Allah surat Al-Hajj (22) ayat 25:
"Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalangi manusia dari jalan Allah dan Masjidil Haram yang telah Kami jadikan untuk semua manusia, baik yang bermukim di situ maupun di padang pasir dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih."
Dalam menafsirkan ayat وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ (dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya), Imam Al Ashfahani menyebutkan bahwa ada dua macam dalam ilhaad kepada nama-nama Allah: (a) mensifati Allah dengan sifat-sifat yang tidak pantas disebut sebagai sifat Allah (b) menafsirkan nama-nama Allah dengan makna yang tidak sesuai dengan keagungan-Nya (Lihat Mufradat Alfaadzul Qur'an h.737).
Hakikat Ilhad
Berdasarkan keterangan di atas, baik ditinjau dari segi bahasa maupun definisi yang disampaikan para ulama nampak bahwa istilah ilhad digunakan untuk segala tindakan yang menyimpang dari kebenaran. Jadi setiap penyimpangan dari kebenaran disebut ilhad. Tetapi secara definitif ia lebih khusus digunakan untuk sikap yang menafikan sifat-sifat, nama-nama dan perbuatan Allah. Dengan kata lain para mulhidun adalah mereka yang tidak percaya adanya sifat-sifat, nama-nama dan perbuatan Allah. Berbeda dengan kafir yang di dalamnya bisa berupa pengingkaran kepada Allah, menyekutukan-Nya dan pengingkaran terhadap nikmat-nikmat-Nya. Sementara ilhad lebih kepada pengingkaran sifat-sifat, nama-nama dan perbuatan Allah saja. Dari sini nampak bahwa tidak setiap kafir ilhad. Karenanya seperti dikatakan dalam buku Al-Furuuq Al-Lughawiyah orang-orang Yahudi dan Nasrani sekalipun mereka tergolong kafir, tetapi mereka tidak termasuk mulhiduun. Tetapi setiap tindakan ilhad itu termasuk kafir.
Bahaya-bahaya ilhaad
Pertama, bahwa para ulama sepakat bahwa tauhid mempunyai tiga dimensi: (a) tauhid uluhiyah, (b) tauhid rububiyyah (c) tauhid asma' dan sifat. Karena ilhad adalah tindakan menafikan sifat-sifat, nama-nama dan perbuatan Allah maka dengan melakukan ilhad seseorang telah menghapus satu dimensi dari dimensi tauhid yang sudah baku. Para ulama sepakat bahwa mengingkari salah satu dari dimensi-dimensi tauhid adalah kafir. Karena itu orang-orang mulhid tergolong orang kafir.
Kedua, bahwa dengan menafikan sifat-sifat dan nama-nama Allah berarti ia telah mengingkari ayat-ayat Al-Qur’an yang menegaskan adanya nama-nama dan sifat-sifat Allah. Para ulama sepakat bahwa mengingkari satu ayat dari ayat-ayat Al-Qur’an adalah kafir.
Ketiga, bahwa mengingkari perbuatan Allah berarti mengingkari segala wujud di alam ini sebagai ciptaan-Nya. Bila ini yang diyakini berarti telah mengingkari kekuasaan Allah sebagai Pencipta. Mengingkari kekuasaan Allah adalah kafir.
3. An-Nifaaq (Wajahnya Islam, Hatinya Kafir)
Imam Al-Ashfahani menerangkan bahwa an nifaaq diambil dari kata an nafaq artinya jalan tembus. Dalam surat Al-An'aam (6) ayat 35 dikatakan:
Dan jika perpalingan mereka (darimu) terasa amat berat bagimu. Maka jika kamu dapat membuat lobang di bumi atau tangga ke langit lalu kamu dapat mendatangkan mukjizat kepada mereka (maka buatlah)[8]. Kalau Allah menghendaki, tentu saja Allah menjadikan mereka semua dalam petunjuk, sebab itu janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang jahil
[8] Maksudnya ialah: janganlah kamu merasa keberatan atas sikap mereka itu berpaling daripada Kami. Kalau kamu merasa keberatan cobalah usahakan suatu mukjizat yang dapat memuaskan hati mereka, dan kamu tentu tidak akan sanggup.
Orang Arab berkata: naafaqal yarbu' binatang yarbu' telah melakukan nifak, karena ia masuk ke satu lubang lalu keluar dari lubang yang lain. Dalam pengertian ini kata an-nifaaq digunakan. Sebab orang-orang munafik ketika bertemu dengan orang-orang Islam mereka suka menampakkan dirinya sebagai seorang muslim, sementara ketika bertemu dengan kawan-kawan mereka sesama kafir, mereka kembali lagi ke wajah mereka yang asli, sebagai orang-orang kafir. Karenanya Allah berfirman dalam surat At-Taubah (9) ayat 67:
"Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma'ruf dan mereka menggenggamkan tangannya [9]. Mereka telah lupa kepada Allah, Maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik."
[9] Maksudnya: Berlaku kikir
Ciri-ciri orang munafiq
Di pembukaan surat Al Baqarah setelah menceritakan ciri-ciri orang-orang beriman dan ciri-ciri orang-orang kafir, Allah lalu menceritakan ciri-ciri orang-orang munafiq secara panjang lebar. Ringkasnya sebagai berikut:
(a) Di mulut mereka mengatakan beriman kepada Allah dan hari Kiamat, sementara hati mereka kafir (lihat QS. Al-Baqarah 2/8-10)
Di antara manusia ada yang mengatakan: "Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian [10]," padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, Padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit [11], lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.
[10] Hari kemudian ialah: mulai dari waktu makhluk dikumpulkan di padang mahsyar sampai waktu yang tak ada batasnya.
[11] Yakni keyakinan mereka terhadap kebenaran Nabi Muhammad saw lemah. Kelemahan keyakinan itu, menimbulkan kedengkian, iri-hati dan dendam terhadap Nabi saw, agama dan orang-orang Islam.
(b) Ketika dikatakan kepada mereka agar jangan berbuat kerusakan, mereka mengaku berbuat baik (lihat QS. Al-Baqarah 2/11-12).
Dan bila dikatakan kepada mereka:"Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi [12]", mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.
[12] Kerusakan yang mereka perbuat di muka bumi bukan berarti kerusakan benda, melainkan menghasut orang-orang kafir untuk memusuhi dan menentang orang-orang Islam.
(c) Ketika bertemu dengan orang-orang beriman mereka menampakan keimanan, tetapi ketika kembali ke kawan-kawan mereka sesama syetan mereka kembali kafir. (d) Ibarat orang berbisnis mereka sedang membeli kekafiran dengan keimanan. Sebab setiap saat wajah mereka berganti-ganti, tergantung dengan siapa mereka pada saat itu sedang bersama-sama.
(e) Ibarat pejalan dalam kegelapan, setiap kali mereka menyalakan obor, seketika obor itu padam kembali.
(d) Ibarat orang-orang yang ketakutan mendengarkan petir saat hujan turun, mereka selalu menutup telinga karena takut kebenaran yang disampaikan Rasulullah saw masuk ke hati mereka.
Penutup
Demikianlah hal-hal yang merusak kemurnian tauhid (baca: menghancurkan makna dua kalimat syahadat), yang secara singkat setidaknya ada tiga: Syirik, ilhaad, dan nifaq. Masing-masing dari komponen tersebut mempunyai tujuan sendiri, hanya saja syirik lebih mengarah kepada sikap menyekutukan Allah, sementara ilhad lebih mengarah kepada sikap menafikan sifat, asma dan perbuatan Allah. Adapun nifaq lebih mengarah kepada penampilan dengan wajah dua. Tetapi ujung-ujungnya adalah kekafiran. Wallahu a’lam bishshawab. □

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.