Senin, 23 September 2013

wanita surga, sabar mendampingi suami

Wahai istri yang mulia, dalam soal kesabaran, Anda patut meneladani Asma, putri Abu Bakar as-Shiddiq ra. Dia menikah dengan az-Zubair bin al-‘Awwam ra, seorang lelaki yang tidak memiliki harta dan pembantu, sebagaimana orang-orang Arab umumnya. Mari kita simak kisah salah satu sesi kehidupan Asma bersama suaminya, az-Zubair. Dia mengatakan, “Zubair menikahiku sementara dia tidak memiliki harta apapun selain seekor kuda dan sebuah tempat air minum kudanya. Aku pernah memberi makan kudanya dan menuntunnya, dan menumbuk makanan untuknya, serta mengikatkan timba di sumur (untuk ambil air). Selain itu, aku juga membuat adonan roti dan menjunjung biji-bijian di atas kepalaku sejauh 1/3 farsakh (sekitar satu jam berjalan kaki). HR Bukhari Muslim.
Sungguh, di awal pernikahannya, Asma dan Az-Zubair telah menjalani hidup yang sangat memprihatinkan—seperti yang kita lihat. Memberi makan, menuntun dan mengambil makanan untuk kuda suaminya, serta mengadoni roti. Pasangan baru itu sama sekali tak memiliki pembantu untuk sekadar membantunya mengurus kuda suaminya. Hingga pada suatu hari, Abu Bakar mengirim seorang pembantu—untuk membantunya mengurusi kudanya. Lalu, apakah keadaan tersebut terus berlangsung dalam kehidupan az-Zubair?!
Dalam jangka yang tidak lama, beberapa tahun kemudian, Allah swt membukakan rezeki dan kebaikan-Nya pada pasangan ini. Jika sebelumnya mereka tak memiliki seorang pun pembantu, kini keluarga itu telah memiliki seribu orang budak (Lihat Hilyatul Auliya (1/90), oleh Abu Na’im al-Ashbahani). Bahkan hartanya semakin bertambah banyak, “…mencapai 40.000.000.”
Demikianlah, Allah swt membukakan pintu rezeki-Nya seluas-luasnya kepada siapa yang Dia kehendaki. Az-Zubair memanfaatkan kekayaan yang dimilikinya secara baik, dengan banyak bersedekah dan memberi layaknya orang yang tidak takut miskin.
Ketika kita berbicara tentang sabar, bukan berarti sabar dalam hal penderitaan semata, tetapi sabar yang indah, yaitu sabar yang tidak disertai keluh kesah akan pahitnya hidup, tidak benci terhadap takdir dan keadaan. Termasuk dalam hal ini adalah sabar yang disertai ketulusan hati dalam menerima ketetapan Allah swt, percaya dengan apa yang terdapat di sisi-Nya. Dan, bahwa balasan yang ada di sisi-Nya jauh lebih baik dan lebih abadi.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.