Wahai
istri yang mulia, dalam soal kesabaran, Anda patut meneladani Asma,
putri Abu Bakar as-Shiddiq ra. Dia menikah dengan az-Zubair bin
al-‘Awwam ra, seorang lelaki yang tidak memiliki harta dan pembantu,
sebagaimana orang-orang Arab umumnya. Mari kita simak kisah salah satu
sesi kehidupan Asma bersama suaminya, az-Zubair. Dia mengatakan, “Zubair
menikahiku sementara dia tidak memiliki harta apapun selain seekor kuda
dan sebuah tempat air minum kudanya. Aku pernah memberi makan kudanya
dan menuntunnya, dan menumbuk makanan untuknya, serta mengikatkan timba
di sumur (untuk ambil air). Selain itu, aku juga membuat adonan roti dan
menjunjung biji-bijian di atas kepalaku sejauh 1/3 farsakh (sekitar
satu jam berjalan kaki). HR Bukhari Muslim.
Sungguh,
di awal pernikahannya, Asma dan Az-Zubair telah menjalani hidup yang
sangat memprihatinkan—seperti yang kita lihat. Memberi makan, menuntun
dan mengambil makanan untuk kuda suaminya, serta mengadoni roti.
Pasangan baru itu sama sekali tak memiliki pembantu untuk sekadar
membantunya mengurus kuda suaminya. Hingga pada suatu hari, Abu Bakar
mengirim seorang pembantu—untuk membantunya mengurusi kudanya. Lalu,
apakah keadaan tersebut terus berlangsung dalam kehidupan az-Zubair?!
Dalam jangka yang tidak lama, beberapa tahun kemudian, Allah swt
membukakan rezeki dan kebaikan-Nya pada pasangan ini. Jika sebelumnya
mereka tak memiliki seorang pun pembantu, kini keluarga itu telah
memiliki seribu orang budak (Lihat Hilyatul Auliya (1/90), oleh Abu
Na’im al-Ashbahani). Bahkan hartanya semakin bertambah banyak,
“…mencapai 40.000.000.”
Demikianlah,
Allah swt membukakan pintu rezeki-Nya seluas-luasnya kepada siapa yang
Dia kehendaki. Az-Zubair memanfaatkan kekayaan yang dimilikinya secara
baik, dengan banyak bersedekah dan memberi layaknya orang yang tidak
takut miskin.
Ketika
kita berbicara tentang sabar, bukan berarti sabar dalam hal penderitaan
semata, tetapi sabar yang indah, yaitu sabar yang tidak disertai keluh
kesah akan pahitnya hidup, tidak benci terhadap takdir dan keadaan.
Termasuk dalam hal ini adalah sabar yang disertai ketulusan hati dalam
menerima ketetapan Allah swt, percaya dengan apa yang terdapat di
sisi-Nya. Dan, bahwa balasan yang ada di sisi-Nya jauh lebih baik dan
lebih abadi.
0 komentar:
Posting Komentar