Manusia selalu mencari sebab-sebab dari setiap kejadian yang
disaksikannya. Dia tidak pernah menganggap bahwa sesuatu mungkin
terwujud dengan sendirinya secara kebetulan saja, tanpa sebab. Seorang
sopir yang mobilnya mogok akan turun dari kendaraannya dan memeriksa
kemungkinan sebab-sebab mogoknya mobil itu. Tidak akan pernah terpikir
olehnya bahwa mobilnya akan bisa mogok manakala segala sesuatu berada
dalam kondisi yang prima. Untuk membuat mobilnya bisa berjalan lagi, dia
akan menggunakan cara apa pun yang bisa dilakukannya. Dia tidak akan
pernah duduk-duduk saja menunggu mobilnya bisa berjalan lagi.
Jika seseorang merasa lapar, dia akan berpikir tentang makanan. Jika
dia haus, dia akan memikirkan air. Jika dia kedinginan, dia akan
mengenakan pakaian tambahan atau menyalakan api. Dia tidak akan pernah
duduk-duduk saja sambil meyakinkan dirinya bahwa suatu kebetulan akan
menyelesaikan masalahnya. Seseorang yang ingin mendirikan bangunan,
meminta jasa seorang arsitek, dan para pekerja bangunan. Dia tidak akan
pernah berharap bahwa keinginannya terlaksana dengan sendirinya.
Bersama dengan maujudnya manusia, gunung-gunung, hutan-hutan, dan
lautan-lautan yang luas juga telah ada bersamanya. Dia selamanya telah
melihat matahari, bulan, dan bintang bergerak dengan teratur dan
terus-menerus melintasi langit.
Meski demikian, orang-orang yang berilmu di dunia, tanpa mengenal
lelah, telah mencari sebab-sebab wujud-wujud dan fenomena-fenomena yang
menakjubkan itu. Tidak pernah mereka mengatakan: “Selama kita hidup,
kita telah menyaksikan benda-benda langit tersebut dalam bentuknya
seperti yang sekarang ini. Karena itu, tentu mereka terwujud dengan
sendirinya.”
Hasrat ingin tahu dan ketertarikan yang bersifat instinktif terhadap
sebab-sebab ini memaksa kita menyelidiki bagaimana benda-benda di alam
ini muncul, dan menyelidiki ketertibannya yang mengagumkan. Kita dipaksa
untuk bertanya “ Apakah alam semesta ini, dengan seluruh bagiannya yang
saling berkaitan yang benar-benar membentuk satu kesatuan sistem yang
besar itu, terwujud dengan sendirinya, ataukah ia memperoleh wujudnya
dari sesuatu yang lain?”
Apakah sistem mengagumkan yang berlaku di seluruh alam semesta ini,
yang diatur oleh hukum-hukum abadi tanpa kekecualian dan yang membimbing
segala sesuatu menuju tujuannya yang unik, dikendalikan oleh suatu
kekuasaan dan pengetahuan yang tak terbatas, ataukah ia muncul secara
kebetulan saja?
Jawaban terhadap pertanyaan ini positif, artinya ke manapun manusia
melihat di seluruh penjuru semesta ini, ia akan melihat bukti-bukti yang
melimpah akan adanya satu Pencipta dan Kekuatan Pemelihara, sebab
manusia melihat bahwa setiap ciptaan itu menikmati anugerah-anugerah
wujud dan secara otomatis bergerak mengikuti jalan yang tertentu,
akhirnya lenyap dan digantikan makhluk yang lain. Makhluk-makhluk ini
tidak pernah mewujudkan dirinya sendiri, menciptakan arah
perkembangannya sendiri, ataupun memainkan peran sekecil apa pun dalam
menciptakan atau atau mengorganisasi eksistensi mereka.
Bersama dengan maujudnya manusia, gunung-gunung, hutan-hutan, dan
lautan-lautan yang luas juga telah ada bersamanya. Dia selamanya telah
melihat matahari, bulan, dan bintang bergerak dengan teratur dan
terus-menerus melintasi langit.
Meski demikian, orang-orang yang berilmu di dunia, tanpa mengenal lelah,
telah mencari sebab-sebab wujud-wujud dan fenomena-fenomena yang
menakjubkan itu. Tidak pernah mereka mengatakan: “Selama kita hidup,
kita telah menyaksikan benda-benda langit tersebut dalam bentuknya
seperti yang sekarang ini. Karena itu, tentu mereka terwujud dengan
sendirinya.”
Hasrat ingin tahu dan ketertarikan yang bersifat instinktif terhadap
sebab-sebab ini memaksa kita menyelidiki bagaimana benda-benda di alam
ini muncul, dan menyelidiki ketertibannya yang mengagumkan. Kita dipaksa
untuk bertanya “ Apakah alam semesta ini, dengan seluruh bagiannya yang
saling berkaitan yang benar-benar membentuk satu kesatuan sistem yang
besar itu, terwujud dengan sendirinya, ataukah ia memperoleh wujudnya
dari sesuatu yang lain?”
Apakah sistem mengagumkan yang berlaku di seluruh alam semesta ini,
yang diatur oleh hukum-hukum abadi tanpa kekecualian dan yang membimbing
segala sesuatu menuju tujuannya yang unik, dikendalikan oleh suatu
kekuasaan dan pengetahuan yang tak terbatas, ataukah ia muncul secara
kebetulan saja?
Jawaban terhadap pertanyaan ini positif, artinya ke manapun manusia
melihat di seluruh penjuru semesta ini, ia akan melihat bukti-bukti yang
melimpah akan adanya satu Pencipta dan Kekuatan Pemelihara, sebab
manusia melihat bahwa setiap ciptaan itu menikmati anugerah-anugerah
wujud dan secara otomatis bergerak mengikuti jalan yang tertentu,
akhirnya lenyap dan digantikan makhluk yang lain. Makhluk-makhluk ini
tidak pernah mewujudkan dirinya sendiri, menciptakan arah
perkembangannya sendiri, ataupun memainkan peran sekecil apa pun dalam
menciptakan atau mengorganisasi eksistensi mereka.
Kita sendiri tidak memilih kemanusiaan kita atau
karakteristik-karakteristik manusiawi kita; kita diciptakan sebagai
manusia dan diberi karakteristik-karakteristik kemanusiaan tersebut.
Sama halnya, akal kita tidak akan pernah bisa menerima bahwa semua wujud
yang ada di alam semesta ini terwujud secara kebetulan saja, dan bahwa
sistem wujud itu muncul begitu saja. Akal kita tidak bisa menerima bahwa
sejumlah potongan batu bata telah berkumpul bersama-sama secara
kebetulan dan dengan sendirinya untuk membentuk sebuah rumah. Jadi
realisme instinktif manusia menyatakan bahwa alam wujud pastilah
memiliki satu penopang yang merupakan Sumber wujud dan Pencipta serta
Pemelihara alam semesta, dan bahwa Wujud serta Sumber kekuasaan dan
pengetahuan yang tak terbatas ini adalah Tuhan, sumber segala wujud
dalam sistem eksistensi.
Menurut teori peluang, sebagai contoh, bila kita mengocok huruf yang
tertulis dalam kertas masing-masing bertuliskan A, B, C hingga Z (ada 26
huruf). Kemudian kita ambil satu demi satu dan diletakkan di atas meja
berurutan. Maka peluang kemunculan huruf-huruf tersebut berurutan
ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWXYZ adalah kurang dari
0,0000000000000000000000000025 atau kurang dari seperempatratus trilyun
trilyun.
Dalam tubuh manusia (70 kg) terdapat sekitar 7 trilyun trilyun
trilyun atom (99%nya adalah Hidrogen, Oksigen dan Karbon). Bisakah kita
bayangkan betapa kecil kemungkinan 7 trilyun trilyun trilyun atom ini
membentuk, menyusun, berinteraksi dengan sangat kompleks secara
“kebetulan” sehingga seorang manusia mewujud di dunia dengan kelengkapan
sistem kehidupannyanya ?
Bagaimana pula dengan masyarakat manusia yang terdiri atas milyaran
manusia dan tak terhitung spesies-spesies tumbuhan dan hewan baik di
daratan maupun di lautan yang tertata rapi membentuk rantai-rantai
ekosistem dan berbagai keteraturan dan kesalingterkaitan?
Bagaimana pula dengan planet bumi yang terdiri atas trilyun trilyun
trilyun ….. atom yang tertata sedemikian rapi dengan pergantian
musimnya, hukum-hukum geologis, hukum-hukum meteorologi, siklus air,
keteraturan arus-arus lautan, dan tak terhitung keteraturan-keteraturan
lain?
Bagaimana pula dengan posisi bumi di tatanan tata surya, yang
“melayang-layang” tanpa tiang bersama planet-planet lain; dan mengikuti
berbagai aturan yang bahkan terukur dengan sangat nyata seperti hukum
Keppler? Dengan posisi rotasi yang memungkinkan siklus empat musim?
Bagaimana pula tata surya sebagai satu dari 100 milyar bintang yang
berputar-putar mengitari pusat galaksi bima sakti?
Jadi realisme instinktif manusia menyatakan bahwa alam wujud pastilah
memiliki satu penopang yang merupakan Sumber wujud dan Pencipta serta
Pemelihara alam semesta, dan bahwa Wujud serta Sumber kekuasaan dan
pengetahuan yang tak terbatas ini adalah Tuhan, sumber segala wujud
dalam sistem eksistensi.
0 komentar:
Posting Komentar